Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Selasa, 22 Februari 2011

PEMBATASAN BBM DAN AKIBATNYA BAGI PERDAGANGAN

PEMBATASAN BBM DAN AKIBATNYA BAGI PERDAGANGAN

1.LATAR BELAKANG

Wacana mengenai akan adanya pembatasan BBM subsidi bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Beberapa bulan lalu contohnya, lagi-lagi muncul isu bahwa pemerintah berniat membatasi BBM subsidi dalam rangka mengurangi defisit APBN. Namun, pertanyaannya sekarang adalah apakah pembatasan BBM subsidi merupakan cara paling efektif dalam menyelesaikan masalah tersebut? Lantas, mekanisme apa yang harus digunakan untuk menjamin bahwa BBM subsidi benar-benar tepat sasaran?
Total kuota subsidi BBM dalam APBN 2010 adalah sejumlah 36,5 juta kiloliter, turun sekitar 300 ribu kiloliter terhadap kuota subsidi di tahun 2009 yang sebesar 36, 85 juta kiloliter. Akan tetapi, realisasi pada tahun 2009 melewati batas kuota, yaitu sejumlah 37, 84 juta kiloliter. Fakta ini sudah cukup buruk, ditambah dengan adanya hasil survey BPS tahun 2002 yang menyatakan bahwa BBM subsidi tidak tepat sasaran; hanya sekitar 18% BBM subsidi dinikmati oleh masyarakat miskin dan hampir miskin. Sebagai akibatnya, pemerintah menyusun beberapa kategori yang apabila memungkinkan, akan digunakan sebagai jalan membatasi penggunaan BBM subsidi.

2.PEMBAHASAN

Pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang akan diberlakukan pada April mendatang masih akan dikaji oleh pemerintah. Kajian dimaksudkan agar pemberlakuan kebijakan ini tidak berpengaruh terhadap infl asi yang diproyeksikan masih akan tinggi karena persoalan pangan dan energi. “Kita akan bahas, saya tidak mau gegabah,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa di Jakarta, Selasa (8/2). Kekhawatiran yang dirasakan oleh Hatta dikarenakan imbas dari pemberlakuan kebijakan ini kepada perekonomian Indonesia, yang salah satunya inflasi.

Apalagi disinyalkan asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan diubah. “Kelihatannya akan ada perubahan dalam asumsi dasar kita, asumsi ICP (harga minyak mentah Indonesia) kita 80 dollar AS per barrel dan harga minyak mulai merangkak,” jelasnya. Berdasarkan kalkulasi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dan pencabutan capping tarif dasar listrik (TDL) bakal mendorong infl asi 2011 ke level 6,1 – 6,62 persen. Ini berarti infl asi bakal di atas asumsi APBN 2011 yakni 5,3 persen.
Dalam APBN 2011, ICP dan infl asi diasumsikan masing- masing sebesar 80 dollar per barrel dan 5,3 persen dengan target 5 plus minus 1 persen. Indikator makro ekonomi lainnya, adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen, nilai tukar 9.250 per dollar, lifting minyak 970 barrel per hari. “Studinya belum selesai, harus ada kajian yang mendalam tentang dampak sosial ekonominya,” tandasnya.

Sementara itu, pelaksanaan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi masih dipertanyakan keefektifannya karena saat ini harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax terus melonjak, akibatnya konsumen beralih kembali ke Premium. “Semakin tinggi harga minyak, maka kebijakan pembatasan konsumsi BBM subsidi menjadi tidak efektif. Masyarakat berpotensi terkena pukulan dua kali, beralih mengonsumsi Pertamax dengan harga mahal dan saat bersamaan APBN tetap mengalami defi sit,” tegas pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto di sela diskusi mencari solusi BBM bersubsidi di Jakarta, Selasa (8/2).

Pri Agung mengatakan harga minyak mentah yang menembus level 100 dollar AS per barel terbukti memicu kenaikan harga Pertamax ke level 8.000 rupiah per liter setara dengan kenaikan 76 persen. Jika harga tetap di level tersebut, maka berpotensi memicu terjadinya peralihan konsumsi ke premium atau BBM bersubsidi. Harga Premium Mempertimbangkan kondisi sekarang, Pri Agung menawarkan kepada pemerintah untuk memilih opsi menaikkan harga premium secara terbatas atau menetapkan harga premium tertentu untuk mobil pribadi. Ia mencontohkan harga jual premium untuk mobil pelat hitam harganya dinaikkan dari 4.500 menjadi 5.500 rupiah per liter.

“Opsi menaikkan harga premium itu secara ekonomi lebih rasional, misalkan dengan menaikkan 500 rupiah per liter saja, pendapatan bisa mencapai tujuh triliun, angka itu lebih efektif daripada membatasi konsumsi yang dampaknya kecil,” ungkapnya. Senada dengan Pri Agung, di tempat terpisah Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Migas (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi menyatakan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi justru akan memicu migrasi konsumen dari Pertamax ke Premium.

“Jika kebijakan pembatasan BBM subsidi disetujui DPR, maka 26 SPBU yang masih menjual Premium akan diserbu konsumen karena mereka masih diperbolehkan menjual bbm nonsubsidi,” paparnya. Data Hiswana menunjukkan 26 SPBU tersebut tersebar yakni 12 SPBU di Tangerang, lima SPBU di Serang, sempat SPBU di Bekasi, dua SPBU di Bogor, dua SPBU di Karawang, dan Satu SPBU di Sukabumi.

Sesuai keterangan resmi Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), dalam keterangan resminya, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi Premium. Hingga Januari 2011 konsumsi Premium mencapai 1,98 juta kiloliter, angka itu melonjak dibandingkan konsumsi Januari 2010 yang berada di level 1,86 juta kiloliter.

3.KESIMPULAN

Pemberian subsidi sebesar Rp 92,8 trilyun akan meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 3.39 %. Kemudian dampak pembatasan subsidi dengan tidak memberikansubsidi kepada kendaraan pribadi (pengurangan subsidi BBM dari sebesar Rp 92,8 trilyun ± Rp 34,3 trilyun menjadi hanya Rp 58,5trilyun) hanya meningkatkan pendapatan rumahtangga sebesar  2,14 %. Apabila hasil efisiensi kebijakan tersebut (Rp 34,3 trilyun)direalokasikan ke sektor pendidikan dan kesehatan maka akan meningkatkan pendapatanrumah tangga sebesar 3,61 % dan jika direalokasikan ke sektor infrastruktur akanmeningkatkan pendapatan sebesar 3.15 %.Subsidi BBM lebih dirasakan manfaatnya oleh sektor non pertanian perdesaan sebesar 4.02% . Terlebih lagi, sektor rumah tangga di pedesaan ini memperoleh dampak positif yangpaling besar dari adanya subsidi dalam semua skenario, dan yang terbesar adalah subsididalam bentuk subsidi pendidikan dan kesehatan.

Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar